Kejahatan dunia maya (Inggris: cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.
Walaupun kejahatan dunia maya atau cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer
sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan
kejahatan tradisional di mana komputer atau jaringan komputer digunakan
untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.
Karakteristik Cybercrime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai berikut:
a. Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang
dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian,
pembunuhan dan lain-lain.
b. Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni
kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan
individu.
Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat
adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik
tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik
dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal
berikut:
-Ruang lingkup kejahatan
-Sifat kejahatan
-Pelaku kejahatan
-Modus Kejahatan
-Jenis kerugian yang ditimbulkan
Jenis Cybercrime
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
a. Unauthorized Access
b. Illegal Contents
c. Penyebaran virus secara sengaja
d. Data Forgery
e. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
f. Cyberstalking
g. Carding
h. Hacking dan Cracker
i. Cybersquatting and Typosquatting
j. Hijacking
k. Cyber Terorism
Penanggulangan Cybercrime
Aktivitas pokok dari cybercrime adalah penyerangan terhadap content,
computer system dan communication system milik orang lain atau umum di
dalam cyberspace. Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena
kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya.
Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak
memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan.
a. Mengamankan sistem
Tujuan yang nyata dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya
perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak
diinginkan. Pengamanan sistem secara terintegrasi sangat diperlukan
untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan tersebut. Membangun sebuah
keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada
keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan
menutup adanya celah-celah unauthorized actions yang merugikan.
Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi
sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan
data. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melaui jaringan juga dapat
dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP, SMTP, Telnet dan pengamanan
Web Server.
b. Penanggulangan Global
The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan
dengan computer-related crime, dimana pada tahun 1986 OECD telah
memublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime :
Analysis of Legal Policy.
Perlunya Cyberlaw
Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan
hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya,
hingga saat ini banyak negara belum memiliki perundang-undangan khusus
di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana maupun
perdatanya.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai
kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena
ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku
saat ini masih belum lengkap.
Banyak kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI
masih lemah. Seperti contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik
secara tegas sebagai alat bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat
pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1 bahwa undang-undang ini secara
definitif membatasi alat-alat bukti hanya sebagai keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa saja. Demikian
juga dengan kejahatan pornografi dalam internet, misalnya KUH Pidana
pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan jika
dilakukan di tempat umum.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa
digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding
misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan
pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri
data kartu kredit orang lain.
sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya
http://balianzahab.wordpress.com/cybercrime/modus-modus-kejahatan-dalam-teknologi-informasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar