Bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin memengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan Negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
Contohnya :
Penggunaan kata makro hanya dapat dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dipahami / dimengerti oleh masyarakat umum.
Penggunaan kata griya , lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain , kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya , kata griya atau makro akan member nuansa lain pada bahasa kita, misalnya nuansa keilmuan, nuansa inelektualitas, atau nuansa tradisional.
Sumber ; buku Diktat Kuliah cetakan gunadarma ( Bahasa Indonesia, Tri wahyu R.N)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar