Klimaxs Cicak Vs Buaya
Seharian ini masyarakat Indonesia menyaksikan sebuah sejarah baru dalam bidang penegakan hukum. Pembeberan Mahkamah Konstitusi atas transkrip rekaman telepon Anggodo kepada sejumlah pejabat negara, praktis membuat mata masyarakat Indonesia terbelalak,takjub, marah,dan berbagai persaaan emosi lainnya sekaligus membuat instansi penegak hukum terkait yaitu Kepolisian dan Kejaksaan menjadi kelabakan. Bagaimana tidak kalut ketika dengan gamblangnya dan tanpa SENSOR sama sekali, Anggoro melakukan pembicaraan dengan para pejabat penegak hukum untuk melakukan “perencanaan” atau “skenario” atau apalah istilahnya terhadap KPK. Sebuah istilah yang sekarang telah menjadi sebuah opini di publik yaitu “kriminalisasi KPK” sebagai sekuel atau lanjutan dari kisah “Cicak Vs Buaya“.
Langkah Mahkamah Konstitusi sendiri dalam membeberkan rekaman Anggodo tersebut juga patut diacungi jempol sekaligus menjadi sebuah milestone atau tonggak sejarah dalam penegakan hukum di Indonesia. Pembeberan rekaman itu sendiri sekaligus menjawab keingintahuan publik atas transparansi seputar kasus Cicak Vs Buaya. Dalam hal ini, MK dan KPK memang layak untuk diacungi jempol.
Beberapa fakta dari isi rekaman tersebut memang sangat mengejutkan,meskipun sebenarnya sudah bisa ditebak oleh sebagaian masyarakat umum, dan menunjukkan kepada kita betapa bobroknya aparat penegak hukum terkait di Kejaksaan dan Kepolisian. Poin penting yang ditunjukkan dari rekaman tersebut menunjukkan sekaligus menegaskan bahwa Mafia peradilan yang dulu keberadaannya masih diduga-duga, ternyata memang ada! Dan betapa nilai sebuah keadilan di negeri kita ini masih bisa dibeli dengan uang. Mungkin ada benarnya perkataan orang-orang bahwa di negeri ini keadilan itu hanya untuk orang kaya sedangkan orang miskin memang sudah sepantasnya masuk penjara.
Lalu apakah dengan pembeberan rekaman Angodo tersebut akan menjadi Klimaks dari perseteruan KPK dengan institusi penegak hukum lainnya? Kemungkinan besar tidak!
Pembeberan rekaman tersebut bisa jadi adalah sebuah awal dari dimulainya babak baru dalam kisah Cicak Vs Buaya. Kita lihat reaksi orang-orang terhormat pasca pengumuman tersebut. TPF yang baru dibentuk langsung memerintahkan penangguhan tahanan pak Bibit dan pak Chandra. Rumor pergantian pejabat Polri tiba-tiba berkembang. Jaksa Agung belum memutuskan unutk merumahkan pejabatnya di Kejaksaan, dukungan Facebookers meningkat secara fantastis hanya dalam beberapa hari, reaksi yang hampir serupa dari anggota dewan dan pengamat politik atas sikap terhadap Kejaksaan dan Kepolisian. Mungkin hal tersebut diatas baru berupa riak-riak pasca pemebeberan rekaman Angodo.
Dan pasti yang paling ditunggu adalah reaksi Presiden SBY sendiri terhadap perkembangan kasus ini mengingat masalah Cicak Vs Buaya ini sudah memasuki dimensi politik,ekonomi dan sosial. Bahkan bisa berkembang menjadi “people power” apabila pemerintah tidak segera mengambil tindakan!
Reaksi masyarakat sangatlah jelas sebagai cermin pengharapan masyarakat terhadap aparat penegak hukum yang benar-benar bersih. Sudah menjadi rahasia umum, kebobrokan yang ada di kepolisian dan kejaksaan. Dan sudah terlalu lama pula masyarakat memendam keinginan akan bersihnya para pejabat dan aparat penegak hukum. Harus diakui bahwa selama ini hanya KPK saja yang mampu menyikapi harapan publik terhadap pemerintahan yang bersih. Image KPK teramat kuat di publik sebagai institusi yang bersih. Maka tidaklah mengherankan ketika kasus Cicak Vs Buaya ini muncul, perhatian masyarakat sangatlah besar. Fenomena munculnya dukungan terhadap pak Chandra dan Pak Bibit ini bukan hanya sebuah dukungan terhadap personal mereka namun lebih kepada dukungan terhadap institusi KPK.
Tim Pencari fakta yang baru dibentuk oleh SBY harus kerja keras dan sangat hati-hati serta harus mampu bersikap obyektif terhadap permasalahan kasus ini. Harus diakui bahwa Tekanan terhadap TPF ini sangatlah besar. Satu pihak tekanan muncul dari para pejabat yang selama ini menjadi “musuh” KPK dan tekanan masyarakat yang sangat besar atas harapan dan transparansi kasus ini. Keterbatasan waktu juga menjadi tantangan tersendiri selain publikasi media massa yang pastinya bisa sangat mempengaruhi penilaian TPF terhadap kasus Pak Bibit dan Pak Chandra. Harus diakui tidaklah mudah memang tugas TPF dalam kondisi seperti itu.
Pembeberan rekaman Angodo ini sekaligus menjadi sebuah ujian bagi pemerintahan SBY terhadap proses penegakan hukum dan kampanye yang SBY janjikan akan sebuah pemerintahan yang bersih. Sekaligus menunjukkan semakin matang dan beraninya publik dalam menilai dan menyuarakan aspirasi mereka. Sebuah langkah yang sangat bagus dari sebuah negara yang baru belajar arti Demokrasi. Dan apabila pemerintah tanggap dan mengerti rakyatnya, pastinya presiden juga harus melakukan tindakan tegas terhadap para pejabat bawahannya termasuk Kapolri dan Jaksa Agung apabila institusi mereka benar-benar terbukti bersalah.
Keputusan apapun yang akan diambil oleh presiden dan penegak hukum dalam kasus ini akan menjadi sebuah pertaruhan penting bagi masyarakat Indonesia. Dan bukan hanya pemerintah dan penegak hukum yang harus kerja keras untuk menuntaskan kasus ini. Masyarakatpun juga harus tetap mengawal proses penuntasan kasus ini.Lalu bagaimana dengan Klimaks-Klimaks lainnya dalam kasus ini? Kita tunggu saja. Pastinya akan ada tsunami hukum dan politik sebagai kelanjutan kisah Cicak Vs Buaya.
http://rpc.technorati.com/rpc/ping
Tidak ada komentar:
Posting Komentar