South East Asia Regional Computer Confideration (SEARCC)
merupakan suatu forum/badan yang beranggotakan himpunan profiesional IT
yang terdiri dari 13 negara. SEARCC dibentuk pada Februari 1978, di
Singapore oleh 6 ikatan komputer dari negara-negara : Hong Kong,
Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapore dan Thailand. Awalnya, SEARCC
mengadakan konferensi setahun dua kali di tiap negara anggotanya secara
bergiliran. Namun, karena keanggotaannya semakin bertambah, maka
konferensi dilakukan sekali tiap tahunnya. Negara yang sudah menjadi
anggota SEARCC adalah Sri Lanka, Australia, Hong Kong, India Indonesia,
Malaysia, New Zealand, Pakistan, Philipina, Singapore, Korea Selatan,
Taiwan, Thailand, Kanada.
Salah satu kegiatan dari SEARCC adalah SRIG-PS (Special Regional Interest Group on Profesional Standardisation).
SRIG-PS dibentuk karena adanya kebutuhan untuk menciptakan dan menjaga
standard profesional yang tinggi dalam dunia Teknologi Informasi,
khususnya ketika sumber daya di region ini memiliki kontribusi yang
penting bagi kebutuhan pengembangan TI secara global.
Semakin luasnya penerapan Teknologi Informasi di berbagai bidang, telah
membuka peluang yang besar bagi para tenaga profesional Tl untuk bekerja
di perusahaan, instansi pemerintah atau dunia pendidikan di era
globalisasi ini.
Secara global, baik di negara maju maupun negara berkembang, telah
terjadi kekurangan tenaga professional Tl. Menurut hasil studi yang
diluncurkan pada April 2001 oleh ITAA (Information Technology
Association of America) dan European Information Technology Observatory,
di Amerika pada tahun 2001 terbuka kesempatan 900.000 pekerjaan di
bidang Tl.
Model dan standar profesi di USA dan Kanada
Dunia Teknologi Informasi (TI) merupakan suatu industri yang
berkembang dengan begitu pesatnya pada tahun-tahun terakhir ini. Ini
akan terus berlangsung untuk tahun-tahun mendatang. Perkembangan
industri dalam bidang TI ini membutuhkan formalisasi ya ng lebih baik
dan tepat mengenai pekerjaan, profesi berkaian dengan keahlian dan
fungsi dari tiap jabatan. South East Asia Regional Computer Confideration (SEARCC)
merupakan suatu forum/badan yang beranggotakan himpunan profiesional IT
(Information Technology) yang terdiri dari 13 negara. SEARCC dibentuk
pada Februari 1978, di Singapore oleh 6 ikata n komputer dari
negara-negara : Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philipine, Singapore dan
Thailand. SEARCC mengadakan konferensi setahun dua kali di tiap negara
anggotanya secara bergiliran. Keanggotaan SEARCC bertambah, sehingga
konferensi dilakukan seka li tiap tahunnya. Konferensi yang ke-15 ini,
yang bernama SEARCC ’96 kali ini diselenggarakan oleh Computer Society
of Thailand di Thailand dari tanggal 3-8 Juli 1996.
Sri Lanka telah menjadi anggota SEARCC sejak tahun 1986, anggota
lainnya adalah Austr alia, Hong Kong, India Indonesia, Malaysia, New
Zealand, Pakistan, Philipina, Singapore, Korea Selatan, Taiwan,
Thailand, Kanada. Indonesia sebagai anggota South East Asia Regional
Computer Confideration (SEARCC) turut serta dalam berbagai kegiatan yang
dilaksanakan oleh SEARCC . Salah satunya adalah SRIG-PS (Special Regional Interest Group on Profesional Standardisation) , yang mencoba merumuskan standardisasi pekerjaan di dalam dunia Teknologi Informasi. Untuk keperluan tersebut.
STANDAR PROFESI DI AMERIKA & EROPA
Standar Profesi di Amerika & Eropa
Pustakawan dan Konsep Negara Modern
Satu hal penting mengapa profesi pustakawan dihargai di Amerika
adalah bahwa dari sejarahnya, perkembangan profesi pustakawan di Amerika
Serikat sejalan dengan sejarah pembentukan Amerika Serikat sebagai
negara modern dan juga perkembangan dunia akademik. Pada masa kolonial,
tradisi kepustakawanan di dunia akademik merupakan bagian dari konsep
negara modern, utamanya berkaitan dengan fungsi negara untuk menyediakan
dan menyimpan informasi. Oleh karena itu, profesi purstakawan
(bibliographist) dan ahli pengarsipan (archieving specialist) mulai
berkembang pada masa itu.
Sejalan dengan itu, posisi pustakawan mengakar kuat di
universitas-universitas dan tuntutan profesionalitas pustakawan pun
meningkat. Untuk menjadi seorang pustakawan, Seseorang harus mendapatkan
gelar pada jenjang S1 pada area tertentu terlebih dahulu untuk bisa
melanjutkan ke jenjang S2 di bidang perpustakaan. Khusus untuk
pustakawan hukum, beberapa sekolah perpustakaan memiliki jurusan khusus
pustakawan hukum. Umumnya gelarnya berupa MLS atau MLIS (Master of
Library and Information Science). Pendidikan jenjang S2 ini ditempuh
selama dua tahun. Sistem pendidikan yang seperti ini sangat kondusif
untuk menciptakan spesialisasi dalam profesi pustakawan itu sendiri,
yang tidak hanya mampu membuat dan menyusun katalog namun juga memiliki
pengetahuan khusus di bidang tertentu, misalnya pustakawan yang juga
memiliki pengetahuan di bidang hukum.
Untuk memastikan hal ini, dibentuklah panduan profesi pustakawan yang
memastikan seorang pustakawan harus memiliki gelar profesional
pustakawan. Selain harus memiliki sertifikat, para pustakawan
profesional ini pun juga terus mengembangkan pendidikan profesinya
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan di area tertentu yang berkaitan
dengan pengolahan dokumen. Hal ini penting untuk menghadapi perkembangan
dunia elektronik yang juga berpengaruh terhadap kebutuhan pengguna dan
proses pengolahan.
Relasi Pustakawan dengan Staf Teknis dan Profesi yang Didukungnya
Sementara itu, pekerjaan-pekerjaan teknis yang berkaitan dengan
manajemen dan pengelolaan perpustakaan seperti scanning dokumen,
jaringan internet, memasang sistem katalog dalam jaringan komputer,
dikerjakan ahli-ahli yang berfungsi sebagai staf teknis perpustakaan.
Umumnyam mereka memiliki
latar belakang pendidikan di bidang Teknologi Informasi. Mereka staf teknis dan bukan pustakawan.
Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia. Profesi pustakawan
seringkali ditempatkan hanya sebagai pekerjaan teknis, tukang mengolah
katalog, mencari dan mengembalikan buku perpustakaan ditempatnya, serta
memfotokopi dokumen yang dibutukan pengguna. Tidak ada pembagian fungsi
dan tugas yang tegas antara pustakawan dan staf teknis. Perbedaan
lainnya juga terletak pada relasi antara pustakawan dengan profesi yang
didukungnya. Sebagai contoh, pustakawan yang bekerja di universitas
memiliki kontribusi bagi dunia akademik dengan melakukan riset-riset.
Misalnya, riset mengenai efektivitas perkuliahan. Selain itu, mereka
juga mengenalkan ilmu keperpustakaan kepada mahasiswa melalui kurikulum
dengan menyediakan satu sesi di setiap mata kuliah untuk berdiskusi
megnenai akses informasi. Pustakawan mempresentasikan dan berdiskusi
megnenai bagaimana menggunakan layanan perpustakaan dan menggunakan
alat-alat yang disediakan untuk mencari informasi yang dibutuhkan serta
etika akademis dalam mengutip tulisan orang lain. Selain itu, juga
disediakan panduan online yang diintegrasikan dengan situs mata kuliah
tersebut.
Contoh lainnya adalah hubungan profesi pustakawan dengan profesi ahli
bahasa. Pustakawan di Amerika Serikat bekerjasama dengan The Modern
Language Association menyusun panduan yang berkaitan dengan informasi
linguistik yang berisi materi-materi, metode-metode dan bahkan hal-hal
mengenai etika yang berkaitan dengan linguistik. Profesi pustakawan
hukum pun seyogyanya dapat melakukan riset yang dapat berkontribusi bagi
profesi hukum. Banyak pustakawan hukum di Amerika Serikat yang juga
memiliki gelar hukum dan aktif melakukan penelitian dan kontribusi
lainnya terhadap profesi hukum. Sehingga, pustakawan tidak berfungsi
sekedar sebagai supervisi dan kolektor dokumen saja. Selain itu,
hubungan antar pustakawan dengan profesi yang didukungnya, misalnya
dalam dunia akademik, menjadi setara.
Komunitas Pustakawan yang Kritis
Hal yang menarik lainnya adalah komunitas pustakawan di Amerika
Serikat yang sangat kritis terhadap perkembangan yang bisa berdampak
pada perpustakaan dan profesinya. Komunitas pustakawan di Amerika
Serikat terlibat aktif dalam gerakan akses terbuka terhadap informasi.
Perpustakaan berfungsi sebagai penghubung dan penyedia informasi yang
lebih murah bagi publik.
Mereka bekerja dengan para akademisi dan organisasi-organisasi
penting. Salah satunya, adalah advokasi kepada para akademisi untuk
tidak mempublikasikan tulisannya melalui penerbit-penerbit yang mahal.
Sebaliknya, mereka mendorong pendirian penerbit-penerbit di
universitas-universitas dan menerbitkan tulisan-tulisan para dosennya
sendiri.
Hal ini merupakan upaya untuk menyediakan tulisan akademik dengan harga yang lebih murah.
Selain itu, komunitas pustakawan juga terlibat dalam advokasi hak
cipta. Misalnya, menyebarluaskan informasi mengenai hak-hak penulis
terutama dalam penandatangan kontrak dengan penerbit. Di Amerika
Serikat, penerbit umumnya memasukkan pasal yang mengharuskan penulis
untuk membayar mereka untuk melakukan distribusi karyanya di lingkungan
pengajarannya. Komunitas pustakawan melakukan advokasi kepada penulis
untuk meminta pasal ini dihapus sehingga distribusi karya yang
diterbitkan kepada lingkungan ajarannya tidak dikenakan biaya.
Komunitas pustakawan juga mengadvokasikan posisi dan pandangan mereka
terhadap UU Hak Cipta. Misalnya, hak untuk membuat duplikat tambahan
untuk perpustakaan dari bahan-bahan yang diperuntukan untuk kepentingan
penyimpanan. UU Hak Cipta Amerika Serikat membolehkan untuk membuat
micro film dari koran-koran lokal atau bahan-bahan yang sudah jarang
ditemukan dibolehkan untuk kepentingan penyimpanan. Namun demikian,
komunitas pustakawan di Amerika Serikat berpandangan, perpustakaan
memiliki hak untuk membuat duplikasi tambahan dari micro film yang sudah
dibuat untuk kepentingan penyimpanan itu. Komunitas pustakawan di
Amerika Serikat juga menentang privatisasi informasi yang diatur dalam
WTO.
Komunitas pustakawan ini memiliki organisasi yang efisien. Biaya
keanggotaan digunakan untuk membiayai staff dalam skala kecil di
Washington DC. Visinya adalah untuk melindungi kepentingan
perpustakawan. Fokus pekerjaan mereka adalah isu-isu yang berdampak pada
perpustakaan, hak cipta. Selain melakukan kegiatan di atas, mereka juga
seringkali melakukan presentasi di hadapan kongres agar mengetahui
isu-isu yang dihadapi oleh para pustakawan. Mereka juga aktif bila ada
kebijakan nasional yang melanggar hak untuk memperoleh informasi demi
alasan keamanan nasional. Sebuah kisah yang seharusnya menginspirasi
profesi pustakawan di Indonesia.
sumber :
- http://iqbalhabibie.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/31023/9+STANDARDISASI+PROFESI+TEKNOLOGI+INFORMASI.pdf.
- http://okizainalfahmi.wordpress.com/2011/03/02/model-pengembangan-standar-profesi/